Iklan

Maleo News
Wednesday, May 20, 2015, 10:48:00 PM WIB
Last Updated 2019-03-25T18:00:42Z
catatan harian

Kenangan PKM di SMK Gita Kirtti 2 Jakarta

Advertisement
Dari Kiri ke kanan, Kak Mega, Bu Tri, Bu Umi, Kak Arin,
Jhon miduk, Gilang, Pak Brahim, Pak Maftuhin, dan pak Bardi
Praktik Keterampilan Mengajar (PKM) di SMK Gita Kirtti 2 Jakarta menyimpan banyak kenangan yang terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja. Bersama teman aku, Gilang Aulia Al Akhyar (Gilang), Fajar Faisal (Fajar), Arini Auliatika (Arin) dan Mega Pertiwi (Mega), kami berlima melakukan PKM di tempat yang asing bagi telinga orang-orang yang ada di Jakarta dan sekitarnya karena mungkin mereka tidak mengenal banyak tentang SMK Gita Kirtti 2 Jakarta yang memang berada dibawah yayasan Gita Kirtti.

PKM ya berarti ga jauh dari praktek mengajar, jadi kita disuruh pura-pura menjadi guru hehe, mulai dari menyusun RPP, menggunakan media, membuat evaluasi, datang tepat waktu, menjadi guru piket, membuat soal dan jawabannya, membuat materi, sampai berpura-pura marah atau marah benaran, yang pasti terasa benaran bagimana capeknya menjadi seorang guru.

Hari pertama mengajar menjadi salah satu hari yang paling berkesan karena harus langsung berhadapan dengan siswa-siswi yang akan aku ajari. Kebetulan, aku mengajari kelas X AP 1, X AP 2, X Akun dan X pemasaran. Hari itu aku masuk ke kelas X pemasaran, aku diantar oleh guru pamong aku, Pak Brahim. Beliau mengarahkan siswa agar mendengarkan dan melakukan apapun yang nanti saya ajarkan “yang berhubungan dengan pelajaran maksudnya”. Hari itu begitu cerah dan lumayan mendukung untuk memulai aktivitas. Setelah aku dikenalkan oleh pak Brahim, saya langsung ditinggal begitu saja dan sepertinya aku harus mengeksekusi dan mengendalikan proses pembelajaran ini. “waduuh, gimana ini? apa yang harus aku lakukan?”.

Hmmmm, aku  langsung ambil kendali. Kelas itu sangat berisik dan susah diatur karena anak-anaknya lumayan bandel “mungkin”. Suara aku tidak bisa menguasai keberisikan yang terlalu dan teramat membuat pusing ibarat api, mereka itu sepertinya perlu disiram dengan air saja biar langsung pada. Setelah perkenalan selesai, mereka masih saja berisik dan ampun ya Tuhan, aku bukannya tidak mengarahkan mereka biar jangan berisik, tetapi namanya anak PKM yang begini. Mungkin dipikiran mereka aku ini hanya sebatas mahasiswa yang lagi praktek “toh, dia bukan guru beneran”. Kalo mengacu pada persepsi itu, berarti aku ini adalah seorang guru palsu, duuuh sedih ya huuuhuuuu.

Mereka masih berisik, aku membiarkan saja karena ini hari pertama, yasudah hari ini kalian silahkan berbuat sesukanya, merdeka sekalian. .Jam yang berikutnya, aku melangkahkan kaki ke kelas X AP2, hmmm. Apa kelas X PM sama dengan kelas X AP2? “ Kuatkan aku Tuhan, mudah-mudahanan saja mereka tidak seberisik kelas yang tadi”. Perlahan, sambil diantar pak Brahim, aku sampai di depan kelas dan mengetuk pintu sambil mengucap salam. Berpura-pura senyum dan berkenalan apa adanya, dan yang pasti harus pasang muka tembok. Yang penting bisa pede dikit biar ga dianggap nga-ngu sama anak2 hehehe.

Perkenalan berjalan mulus dan hmmm, kesannya ternyata mereka tidak lebih gampang diatur dari kelas sebelumnya. “duuuhh, ya Tuhan, ini seperti dijalanan”. Sampah berserakan dimana-mana, meja ada yang disebelah sana, kursi ada yang disebelah sini, ada yang duduk gerombolan, ada yang tidur-tiduran, ada yang serius mendengar saya, ada yang mendengarkan headset, ada yang main handphone, ada yang pacar-pacaran, ada yang senyum-senyum, ada yang mukanya biasa aja, ada yang mukanya bengis dan ada yang rada-rada kurang jelas begitulah. Cewek-cewek yang susah diatur sepertinya satu geng, aku menamai mereka “Geng Kapak”, kayak di film-film Box Office yang sadis dan Bengal itu. Aku memberikan materi sedikit dan karena jam dikelas ini hanya 1 jam  mata pelajaran saja, bel begitu cepat berbunyi. Dalam hati berguman, “terimakasih ya Tuhan, aku keluar dari neraka ini”.

Hari berikutnya aku masuk ke kelas X AP 1, seperti biasanya diantarkan oleh Guru Pamong untuk memperkenalkan saya, dan seperti biasanya juga saya ditinggalkan setelah memperkenalkan nama saya dan memberikan beberapa instruksi. “Hmmm semoga kelas ini bersahabat untukku”. Benar saja, kelas ini lebih gampang diatur, anak-anaknya aktif, dekat dengan aku, hari itu juga sudah sangat bersahabat, dan saya lumayan betah dikelas ini. Meski ada beberapa anak-anak yang nakal, tapi masih dalam batas kewajaran sebagai seorang siswa, saya juga pernah merasakannya hehe, kan dulu pernah jadi sisiwa.

Hari berikutnya, aku mengajar di kelas X Akuntansi dengan mata pelajaran yang sama, Pengantar Administrasi Perkantoran. Agak bingung juga, mata pelajaran AP masuk kedalam Akuntansi, tapi yasudah, toh ini hanya pengantar Adminsitrasi perkantoran, jadi hanya dasar-dasarya saja. Kelas ini, sekilas adem dan gampang diatur, anak-anaknya penurut, sepertinya sudah filosofi umum bahwa bidang akuntansi itu lebih gampang diatur daripada bidang AP. Hanya saja, mereka kurang aktif dalam pembelajaran, jika saya menanyakan balik kepada mereka, hampir semuanya diam dan tertunduk tanpa ekspresi. Hanya beberapa saja yang dekat dengan saya.

Hari-hari itu berlanjut begitu saja sebagai guru PKM, menyiapkan materi, presentasi, mendidik, mengajar, bercanda dengan mereka, bertukar pin BBM, marah jika memang dibutuhkan, dan semua itu berulang begitu saja dengan begitu teratur. Aku agak terkesan juga dengan anak-anak SMK disini, meski mereka susah diatur, banyak yang bandal, tetapi mereka memiliki bakat masing-masing yang sangat berharga dan sangat disayangkan jika tidak dikembangkan. Sebagian dari mereka ada yang menjadi anggota Paskibra dan sering mengikuti lomba antar sekolah, ada yang jadi penyelenggara OSIS, ada yang jadi tim Marawis, ada yang jadi penari, ada yang jadi penulis, ada yang suka be- ackting, ada yang suka jadi model, dan banyak lagi yang tidak bisa saya tuliskan satu persatu.

Diluar jam pelajaran, aku terkesan dengan sikap respect mereka yang luar biasa, jika bertemu dijalan, aku dipanggil dengan berteriak sekalipun itu masih jauh. Hati kecilku berkata, “Terimakasih Tuhan, Engkau menunjukkan kepadaku bahwa mereka ini ternyata anak baik-baik”. Tidak sudi aku meninggalkan mereka saat perpisahan nanti.

Guru-guru yang ada di SMK ini juga terlalu baik untuk aku meski aku masih berstatus sebagai guru PPL. Tidak ada yang namanya diskriminasi dan kesenjangan yang berarti disini sehingga membuat aku bersama teman-teman menjadi sangat respect kepada mereka. Tidak ada aturan siapa yang harus mendahului untuk bertegur sapa, tidak ada aturan harus mendahulukan siapa, tetapi kesadaran akan saling menghargai dan saling menghormati begitu tinggi hingga membuat aku terlalu nyaman dengan keadaan di sekolah ini. Mereka justru mendukung, bertanya tentang kabar, kondisi, serta persiapan untuk mengajar. Tidak ada guru yang terlalu dekat dan tidak ada guru yang tidak dekat, semuanya satu dalam hubungan kerja sama yang sangat erat dan mendukung.

Saat tiga bulan sudah berlalu, aku terlalu merasa nyaman untuk mengajar disini. Meski sikap anak-anak yang kadang membuat kesal, tetapi aku perlahan-lahan menerima dan menikmati itu semua, aku yang harus berbuat sesuatu kepada mereka agar mereka bisa berubah dan kelak nanti akan menjadi anak-anak yang sukses seperti apa yang orang tua mereka harapkan. Rasa kesal terkadang melayang kepikirian aku, tetapi itu hanyalah sesaat saja, 5 menit setelah itu, aku kembali menjadi yang seperti biasanya karena wajah mereka yang ceria dan memberikan sejuta harapan. Mereka hanyalah seorang manusia yang sedang belajar menapaki hidup, belajar mencari jati diri, belajar untuk menghargai. Aku tersadar, jika aku menginginkan anak yang gampang diatur, itu mungkin hanya ada di bangku kuliah, tetapi itu belum standar aku.

Kesan pertama telalu berbeda dengan kesan saat mengajar dan kesan terakhir. Jika melihat sekilas, pasti bayangan aku akan sama dengan bayangan kamu, bahwa disini kamu akan menghadapi neraka. Tetapi bukan, itu salah. Kenangan didalam sekolah memberikan aku pelajaran hidup yang begitu berarti. Dibalik aku yang menjadi guru bagi mereka disekolah, secara tidak langsung mereka juga menjadi guru bagi aku. Aku jadi tahu bagaimana capeknya menjadi seorang guru, aku jadi tahu bagaimana rasanya ketika nilai ulangan anak-anak itu sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, aku jadi tahu mengapa guru bisa marah, aku jadi tahu bagaimana cara membuat suasana kelas yang gaduh menjadi tenang, menyenangkan, serta menarik perhatian siswa aku jadi tahu bagaimana seorang guru mengusahakan yang terbaik bagi anak didiknya, dan yang pasti ini adalah bekal hidup aku untuk menghadapi kehidupan kehidupan berikutnya serta bekal terbaik untuk menjadi orang tua suatu saat nanti.

Aku tak tahu bagaimana harus mengucapkan terimakasih kepada guru-guru serta anak didikku. Terlalu menyedihkan jika aku harus berpisah dengan mereka. Jika boleh memilih aku ingin menghapus kata “perpisahan” yang kemarin telah kita lakukan dari bahasa hidupku dan Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan kata yang lain. Tetapi, tidak ada pertemuan tanpa perpisahan, begitu juga sebaliknya. Hanya harapan yang bisa aku berikan kepada mereka, mereka yang masih belia dan masih putih seperti kanvas yang belum digores pena. Harapanku kepada anak didikku semoga menjadi manusia yang lebih manusia, yang lebih dewasa, menghormati dan menghargai jering payah orang tua yang telah bersusah payah menyekolahkan kalian. Begitu juga dengan guru-guru yang telah memberikan banyak pelajaran, tetap sabar dan semangat untuk mendidik adik-adik aku yang sedang belajar disana, solidaritasnya semakin erat dan terjaga terus hingga kegenerasi berikutnya.


Dedicated For :
1.     Teman-teman PKM, Kak Arin, Kak Mega, Fajar dan Gilang.
2.     Bu Dewi Nurmalasari, Dosen Pembimbing
3.     Pak Kodiran, Kepada SMK Gita Kirtti
4.     Pak Brahim, Pak Bardi, Pak Widodo, dan Bu Tri (Guru Pamong)
5.     Pak Irwan, Bu Erni, Bu Irani, Bu Yeni, Bu Yuna, Bu Cindar, Pak Ilham, Pak Khaerudin, Pak Ratno, Pak Alan, Bu Umi, Bu Yanti, Bu Yeyen, staf TU, karyawan dan guru SMK Giki 2 yang belum saya sebutkan.
6.     Anak didikku yang memberikan banyak kesan, Nurwati, Ananda Eka, Nisah, Mira, Nurul, Jumadi, Fahlevi, Sintya Julyansyah, Ameliawati, Sagita Jihan, Syafitri Jumaroh, Fanisyah, Fitriyani, Julyana, Amelia, Dina Suci, Fitri nurmiyati, Tari Nadia, Yulia, Pina, Melwies, pokoknya semua anak X AP1, X AP2, X Akun, dan X PM.




Ditulis Oleh Jhon Miduk Sitorus, seorang penulis untuk beberapa surat kabar dan juga seorang blogger aktif. Beredar di dunia Maya dengan akun @JhonMiduk.




@JhonMiduk