Advertisement
![]() |
Jhon Miduk bersama Prof. DR. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed |
Senang rasanya bisa berdiskusi dengan bapak Prof.DR. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed di acara “Revitalisasi LPTK” yang diadakan pada hari kamis, 04 Juni 2015 di Aula Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Acara tersebut diharidi juga oleh bapak Prof. Dr. Muchlis Rantoni Luddin, MA yang menjabat sebagai Pembantu Rektor (PR) 1 UNJ bidang akademik, juga dihadiri oleh bapak Tri Agus Susanto yang merupakan sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi STMPD “APMD” Yogyakarta, serta bapak Jimmy yang merupakan dosen dari UNJ. Kebetulan acara ini merupakan persembahan dari lembaga DIDAKTIKA UNJ.
Sebelumnya saya belum kenal banyak dengan bapak Tilaar karena saya memang kurang tertarik untuk membaca dan mencari tahu tentang guru besar UNJ ini. Meski demikian, saya sering membaca karya-karya ilmiah beliau dan membaca beberapa buku yang juga sering saya jadikan referensi untuk menulis makalah, karya ilmiah, bahkan artikel sekalipun. Tetapi, tidak lebih dari itu, saya tidak memiliki bukunya sama sekali, dan saya dulu tidak ingin tahu lebih banyak tentang ilmuwan bidang pendidikan ini, bahkan waktu pendaftaran seminar saya, saya pikir yang akan menjadi narasumber adalah Marta Tilaar hehe sungguh dangkal sekali pengetahuan saya.
Oke, terlepas dari kebutaan saya tentang beliau, ada banyak hal yang saya dapatkan dari bapak Tilaar. Beliau selalu menekankan tentang pentingnya arti pendidikan, bagaimana manfaat pendidikan yang sebenarnya, apa yang harus kita lakukan sebagai penikmat pendidikan, praktisi, dan akademisi dari pendidikan itu sendiri. Beliau banyak memaparkan tentang apa sebenarnya landasan dari LPTK, bagaimana sejarah IKIP, IPG (Institut Pendidikan Guru), FKIP, dan seluruh perguruan tinggi terutama yang berhaluan pada LPTK.
Profesi guru yang disalurkan oleh LPTK saat menghadapai dua tantangan yang sangat serius dan perlu dibenahi, tantangan tersebut adalah persaingan antar profesi dan kemajuan IPTEK. Persaingan antar profesi keguruan menjadi sebuah hal yang sangat perlu diperhatikan dengan serius sebab profesi guru di Indonesia masih dianggap sebagai profesi kelas dua atau tidak terlalu membutuhkan skill yang memadai. Padahal jika kita perhatikan di Finlandia, profesi guru adalah profesi yang paling tinggi, profesi yang paling diminati, serta memiliki kedudukan yang setara dengan profesi kedokteran.
![]() |
mulai dari kiri nomor 2, H.A.R. Tilaar, Muclis R Luddin, Tri Agus Susanto dan Jimmy |
Apa yang menyebabkan profesi keguruan ini menjadi sangat rendah dimata masyarakat Indonesia? Yang pertama sudah pasti adalah persepsi masyarakat itu sendiri tentang profesi guru itu. Masyarakat yang belum benar-benar sadar akan arti pentingnya pendidikan tidak akan tahu dan cenderung tidak mau tahu. Lebih dari 70% masyarakat Indonesia bahwa profesi keguruan adalah profesi rendahan yang tidak terlalu dipandang. Mungkin jika disekolah, hanya kepada sekolah yang dianggap oleh masyarakat sebagai profesi yang wahhh.
Yang kedua adalah, kualitas dari pendidikan itu sendiri. Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dari harapan kita, tertinggal jauh dari Negara-negara lain, termasuk Negara Malaysia, Singapura. Kesenjangan pendidikan antara daerah pusat ekonomi dengan daerah pedesaan menjadi penyebab utamanya. Pemerintah belum mampu melakukan distribusi penyamarataan pendidikan di Negara Indonesia sejauh ini. Kualitas pendidikan ini dipengaruhi oleh tingkat kompensasi yang diterima tenaga pengajar, kurangnya kualitas tenaga pengajar, kurangnya jumlah tenaga pengajar, kurangnya fasilitas dan sarana penunjang pendidikan itu sendiri, dan budaya kurangnya motivasi untuk mendidik dan pengembangan pendidikan bagi tenaga pengajar dan kurangnya motivasi untuk maju bagi peserta didik.
Tantangan yang kedua dari profesi keguruan seperti yang disebutkan oleh bapak Tilaar dari diskusi tersebut adalah kemajuan IPTEK.Ini adalah tantangan yang paling real dan paling seakan-akan ditakuti oleh para praktisi pendidikan dan peserta pendidikan itu sendiri. Perkembangan Teknologi adalah perkembangan yang mau tidak mau harus kita terima, kita tidak boleh bertindak pasif dalam menghadapi hal ini. Dunia pendidikan tentu membutuhkan teknologi terbaru untuk mengembangak kreativitas anak didik tetapi karena masih banyak tenaga pendidika yang pasif dan tidak mau tahu terhadap perkembangan teknologi, penerapan teknologi menjadi terhambat. Para tenaga pengajar, terutama yang sudah “tua” atau “senior” takut atau merasa minder dan tidak percaya diri terhadap kemampuan dirinya lagi, sebab “sudah bukan zaman saya lagi!”.
Guru besar UNJ ini juga mengkritisi tindakan pemerintah yang membuat program SM3T (Sarjana Mendidik daerah Tertinggal, Terdalam, dan Terluar), dimana para sarjana pendidikan ini hanya mendidik di daerah pedalaman selama kurun waktu 1 atau 2 tahun, setelah itu mereka akan kembali lagi ke kota untuk mengambil sertifikat masing-masing. Hal ini akan menimbulkan kekosongan sementara di sekolah yang ditinggalkan, jikapun ada penggantinya yang baru, jelas akan membutuhkan waktu yang sangat lama karena hanya sedikit yang berminat untuk SM3T. Meski demikian, perlu juga diapresiasi upaya dari pemerintah untuk memberantas kebutaaksaraan di daerah yang belum tersentuh oleh pendidikan atau daerah yang kekurangan tenaga pendidik.
H.A.R. Tilaar juga mengapresiasi program Indonesia Mengajar yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kebudayaan, Anies Baswedan. Program ini meski masih belum membuahkan hasil yang nyata bagi perkembangan dunia pendidikan, tetapi dengan Indonesia Mengajar, anak-anak yang diluar dan pedalaman sana bisa mendapatkan haknya yang sama dengan kita untuk mengenyam pendidikan. Tetapi beliau memperingatkan, Indonesia Mengajar bisa jadi sama dengan American Teaching, langkah yang sama pernah dilakukan oleh Amerika Serikat dahulu untuk memajukan pendidikannya tetapi sekarang program itu terbengkalai karena pergantian rezim dan kabinet.
Sangat banyak ilmu yang saya dapatkan salama diskusi dengan beliau, apalagi saya juga memberikan banyak pertanyaan yang lumayan banyak juga kepada narasumber. Sambil mendengarkan paparannya, saya mencoba mencari nama H.A.R Tilaar di Google, dan hmmmm plonggg, nama dan fotonya memanjang di page one dan sudaah , saya tidak perlu meragukan lagi kapasitas beliau sebagai seorang pemikir pendidikan Indonesia. Sebagai seorang penulis, professor, meraih gelar Doktoral diluar negeri, guru besar UNJ, cendikiawan Pendidikan, penulis ilmiah yang buku-bukunya digunakan oleh semua pihak sebagai referensi, dan banyak lagi karya tentang beliau yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Dan satu lagi, saya bisa berfoto bareng dengan beliau hehehe.
Sekilas tentang penulis : Jhon Miduk Sitorus, Seorang Blogger, Mahasiswa UNJ yang gemar mencuri-curi ilmu jurnalistik bersama beberapa Media di Indonesia.
@JhonMiduk