Iklan

Maleo News
Thursday, December 25, 2014, 11:46:00 AM WIB
Last Updated 2019-03-25T18:00:54Z
catatan harian

JEMAAT GEREJA MASA KINI AJANG FASHION, GENGSI ATAU IBADAH?

Advertisement
         Saya sangat sedih ketika melihat saudara-saudara saya yang sedang beribadah di gereja terutama kaum hawa yang berusia dalam rentangan remaja-dewasa memakai pakaian yang serba ketat, minim, hingga terkesan mengumbar aurat di depan jemaat yang lain yang sedang beribadah. Banyak diantara mereka yang menyadari hal tersebut, tetapi tidak melakukan tindakan untuk meminimalisir kebiasaan ini. baik atau tidak, jawabannya sudah pasti tidak baik karena di Alkitab yang merupakan kitab suci “mengumbar aurat sangat ditentang sekali dan sangat tidak diperbolehkan, terutama jika sedang beribadah.” 

Itulah kebiasaan yang dilakukan dan terus menerus menjadi sebuah tradisi di abad ini dalam hal beribadah. Kedatangan mereka yang berpakaian serba minim menyebabkan jemaat yang lain mengalihkan perhatiaannya dari yang serius berdoa dan beribadah menjadi melirik sebuah pemandangan yang lebih sedap dipandang mata. Rok yang pendek, lekuk tubuh yang aduhai, rabut yang terurai, make-up yang berlebihan, parfum yang semerbak, membuat mereka makin percaya diri, tetapi sayang rasa percaya diri itu bukannya untuk mengajak orang serius beribadah, tetapi mengajak orang lebih serius memperhatikan tubuhnya.
Mereka mungkin tidak ingin orang-orang lain memandangi tubuhnya sedemikian leluasa dengan pakaian mereka yang serba minim. Tetapi, keadaanlah yang membuat demikian, tidak ada dosa yang diundang, hanya kesempatan yang menyebabkan dosa itu mengalir. Toh mereka kelihatan serius beribadah, mereka semangat bernyanyi saat kidung pujian dinyanyika, semangat membaca Alkitab saat kotbah. Sepertinya ini adalah sebuah dosa yang sudah melekat, ibarat kurap yang melekat di kulit, tidak bisa disembuhkan begitu saja.
Zaman modern ini, kebiasaan berpakaian minim dalam beribadah di gereja bukan hanya menjadi sebuah tren yang negative, tetapi juga kebiasaan pamer harta kekayaan di dalam gereja bahkan pada saat beribadah sekalipun. Orang-orang kaya akan berusaha memakai pakaian terbaik mereka, untuk wanita ibu-ibu biasanya  memakai Kebaya, Sasak rambut yang mengkilap, gelang dan cincin emas yang bergelantungan ditangan dan jari, sungguh merupakan sebuah unjuk kepemilikan jika kita melihat gereja zaman sekarang ini. kaum wanita yang masih merasa muda lebih memilih menggunakan pakaian yang minim dan ketat, membawa ponsel yang keren ke gereja, serta parfum yang super wangi.
Tidak kalah dengan kaum wanita, kaum lelaki yang beribadah di gereja masa kini juga semakin menunjukkan keanehan yang luar biasa. Yang terbaru, di HKBP Rawamangun, ketika saya sedang beribadah, saya terkaget melihat seorang bapak yang membawa segelas kopi kedalam gereja sambil bersatai mendengarkan kotbah dan memainkan hanphonenya, ibarat sedang berada di pantai dengan keadaan sesantai mungkin tanpa ada perasaan yang serius tentang suatu hal.
Sebuah kebiasaan yang ditakutkan suatu saat nanti akan menjadi sebuah kebudayaan yang dianggap beradab digenerasi kita yang berikutnya. Tidak salah jika kita menginstrospeksi diri, jika sedang beribadah ada baiknya berpakaian apa adanya, sopan, rapi, dan pantas untuk kegiatan beribadah, bukan sengaja mengumbar aurat.
Gereja harus berperan kuat dalam mengendalikan kasus yang tidak dianggap serius bahkan oleh pemuka agama gereja sekalipun karena mereka tidak berdaya menghadapi situasi yang seperti ini. para pemuka dan pengurus gereja seakan tidak mau atau takut untuk sekedar memperingatkan secara langsung kepada pihak yang berkaitan agar mengenakan pakaian yang sepantasnya dan berperilaku yang sepantasnya ketika beribadah walaupun mereka melihat kenyataan tersebut didepan mata mereka.
Hukum gereja juga kurang bersikap tegas dalam menyikapi permasalahan yang seperti ini. memang, ibadah seseorang tidak bisa diukur dari soal gaya hidup, tetapi imannya. Tetapi, apakah lebih baik mengundang dosa dari pada mengindari dosa?  Dosa itu melibatkan lebih dari satu pihak, yang jelas ada sebab dan akibat yang ditimbulkannya. Gereja perlu membuat aturan yang tegas agar kebiasaan seperti ini tidak menjadi sebuah kebudayaan gereja nantinya. Coba bayangkan, apa jadinya Gereja jika suatu saat nanti semua kamu hawa mengenakan pakaian yang serba minim, laki-laki membawa segelas kopi sambil mendengar kotbah, bapak-bapak sengaja merokok keluar ketika kotbah sedang berlangsung,  anak-anak bermain  gadget ke dalam gereja sambil mendengar kotbah, anak-anak remaja berselfie ria di gereja ketika sedang mendengarkan kotbah?
Ini adalah kenyataan yang real yang sedang melanda gereja pada zaman  modern sekarang ini. meski kasus seperti umumnya terjadi di kota-kota modern, tetapi kasus seperti ini sudah menjangkau daerah bahkan pedesaan terpencil sekalipun. Tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti, Gereja umat Kristen akan menjadi gereja rok mini, atau gereja pamer harta, atau gereja dengan julukan yang aneh-aneh.
Kesadaran kita diperlukan agar hal yang seperti ini tidak terjadi bagi kita umat gereja. Keteraturan dan kebudayaan yang beradab dibangun dari sebuah kesadaran masing-masing pribadi. Gereja juga harus tegas dalam membuat peraturan yang jelas, dan tegas tentang tata cara beribadah yang benar dan diharuskan dan yang sewajarnya seperti apa dalam beribadah dalam gereja serta apa yang harus dilarang. Gereja bukan hanya sekedar ibadah, tetapi juga perilaku dan nilai moral yang sewajarnya sangat penting agar memperoleh kehidupan yang kekal seperti apa yang telah diimpikan gereja. Pelayan-pelayan gereja bukan hanya bertugas melayani  di dalam gereja saja, tetapi dimanapun, Karena menjadi pelayan adalah sebuah panggilan hati nurani untuk melayani secara menyeluruh seiklasnya, bukan hanya bermotifkan materi. Semoga gereja kedepannya mampu mengubah perilaku dan moral jemaatnya secara tegas, bukan hanya perkataan saja, tetapi bukti yang terpenting.

Penulis : Jhon Miduk Sitorus

Mahasiswa pemerhati sosial