Iklan

Maleo News
Monday, June 8, 2015, 8:06:00 PM WIB
Last Updated 2019-03-25T18:00:39Z
ArtikelBeritacatatan harianKewarganegaraanPolitik

Belajar dari Prof. Jeffrey Winters

Advertisement
Prof. Jeffrey Winters
Sangat senang sekali bisa bertemu dengan seorang professor asal Amerika Serikat ini pada hari senin, 6 Juni 2015 di kampus saya sendiri Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Beliau menjadi pembicara dan narasumber diacara “Oligarchy and Jokowi Administration” yang bertempat di lantai 9, gedung Sertifikasi Guru UNJ. Dalam pemaparannya, sungguh banyak hal yang beliau jelaskan tentang apa yang dimaksud dengan Oligarki.

Sebelumnya saya tidak tahu banyak tentang pemerintahan yang bersifat Oligarki,  yang saya tahu sebelumnya adalah hanya pemerintahan presidensial, demokrasi, monarki, kerajaan, dan lain-lain. Saya juga tidak tahu banyak tentang Prof. Jeffrey Winters karena saya memang tidak terlalu tahu dan kurang wawasan tentang beliau. Walau saya pernah membaca sedikit tentang beliau, tetapi hanya sebatas sebagai sumber referensi untuk makalah melalui buku yang perna dikarang oleh beliau dan sedikit dari google.
Kembali ke apa yang dipaparkan beliau di seminar tentang system pemerintahan Oligarki yang sebenarnya telah lama diteliti oleh Prof. Jeffrey Winters selama 30 tahun di Indonesia. Oligarkisebenarnya adalah fenomena yang terjadi di Indonesia. Pada dasarnya, Oligarki merupakan suatu kekuasaan yang dikendalikan oleh sedikit orang, tetapi memiliki pengaruh yang sangat dominan dalam pemerintahan.

Prof. Jeffrey Winters sebagai pembicara
di seminar "Oligarchy and Jokowi Admnistration"
di UNJ
Menurut Prof. Jeffrey Winters, Oligarkitelah ada sejak 5.000 tahun yang lalu dimana pemerintahan yang ada saat itu dikendalikan oleh sedikit orang, tetapi pengaruhnya dominan bagi masyarakat yang dipengaruhi oleh pemerintahan tersebut. Sejak meneliti politik di Indonesia pada tahun 1980-an, Prof. Jeffrey Winters menemukan bahwa penguasa yang ada sangat dominan sekali. Saat itu masih era Orde Baru dan semua tunduk kepada rezim Soeharto,termasuk asing yang terlihat segan kepadanya walau tetap saja pengaruh asing tersebut dimasukkan kedalam Negara Indonesia.

Oligarki itu sendiri muncul karena konsentrasi kekayaan yang amat tinggi sehingga menyebabkan stratifikasi kekayaan dari yang memiliki kekayaan yang sangat tinggi (kaya) terhadap yang tidak memiliki apa-apa (miskin) secara ekonomi. Keberadaan ekonomi ini menyebabkan kesenjangansosial, ekonomi, politik dan sosial yang sangat tinggi. Dengan ekonomi seseorang akhirnya bisa berkarier di dunia politik tanpa ada yang menghalangi sedikitpun. Bandingkan dengan orang yang miskin, berusaha untuk memenuhi kebutuhannya saja mereka begitu menyesak, apalagi untuk berfikir untuk bertarung di dunia politik?

Peneliti yang juga pengajar di Nortwestern University ini memaparkan bahwa demokrasi sebenarnya buah dari sebuah kesenjangan ekonomi. Meski pada hakikatnya demokrasi itu hak untuk bersuara dalam pemilihan hanya boleh sebanyak 1 suara oleh siapapun, tetapi nyatanya walau hanya 1 suara, tetapi pihak yang elit bisa saja membeli suara tersebut atau menentukan siapa yang akan terpilih nanti, yang penting hak kekuasaan dibagi-bagi. Prof. Jeffrey Winters menyebutkannya politik bagi-bagi dimana setelah terpilih, pemimpin terpilih secara moral akan membagikan kekuasaan kepada para pendukungnya. Siapa pendukungnya? Ya tentu adalah para Oligark-Oligark yang bergerak dibelakangnya.

Menurut Prof. Jeffrey Winters, ada beberapa faktor yang menentukan sebuah politik Oligarkiitu sendiri antara lain :
1.    Sumber daya kekuasaan, yang merupakan sumber utama dari kekuasaan nantinya apa, siapa yang bisa membacking dari belakang, siapa yang memiliki jaringan media yang paling kuat, sudah dimungkinkan dia yang akan menang.
2.    Parameter kekuasaan Individu, meliputi uang, network, pendidikan, mobilisasi, keturunan, koersif power (tembak mati). Uang merupakan hal yang paling gampang kita temukan dalam politik Oligarki di Indonesia. Siapa yang memiliki uang banyak dan mau membagikannya kepada rakyat sebelum pemilu, sudah barang tentu dia yang akan menang. Siapa yang memiliki network, pendidikan, mobilisasi yang bagus akan menentukan seberapa kredibelnya seorang calon pemimpin yang akan dipilih sehingga powernya diakui. Tembak mati juga bisa menjadi parameter kekuasaan individu, seperti yang terjadi di Piliphina saat menjelang pemilihan, baku tembak adalah hal yang biasa antara kubu yang berlawanan.
3.    Tujuan Oligarki itu sendiri, meliputi pertahanan pembelaan kekayaan yang kembali kepada politik bagi-bagi itu sendiri yang disertai dengan prinsip gotong royong.

Dilema pemerintahan Jokowi
Di era pemerintahan Jokowi, banyak tantangan yang sangat berat yang berada disekeliling presiden Jokowi. Semua orang tahu bahwa kebijakan Jokowi adalah kebijakan yang sangat bagus dan membangun Indonesia kelak. Semua orang tahu akan janji politik yang terdengar realistis dan ringan bagi rakyat untuk perubahan tatanan  politik, ekonomi, sosial, terutama pendidikan yang dicanangkannya saat pemilihan umum setengah tahun yang lalu.

Tetapi, ada satu hal yang menjadi persoalan yang serius sekarang ini, bukan bagaimana pengaruh Negara barat yang membentang di Indonesia, tetapi bagaimana para oligark-oligark yang ada disekeliling Jokowi menggerogoti dan menuntut balas budi kepada Jokowi. Mereka satu persatu seakan menuntut apa yang telah diberikan selama ini. Jokowi beda dengan Prabowo, Jokowi bukan powerful karena disokong oleh berbagai tokoh macam Surya Paloh, Megawati, Puan Maharani, dan lain-lain dibelakangnnya ditambah dengan status beliau bukan sebagai ketua umum partai. Meski demikian, Jokowi lebih unggul dari segi kredibilitas, berbeda dengan Prabowo, punya kekuasaan yang powerful di partainya, tetapi kurang kredibel dimata masyarakat umum.

Oligark-oligarkyang ada disekeliling Jokowi jelas hanya duduk tenang tanpa memikirkan resiko. Semua resiko akan dihadapkan kepada wajah Jokowi, sementara oligark-oligark tersebut hanya menanti keuntungan tanpa ada ancaman sama sekali. Ancaman yang dimaksud adalah ancaman yang sama kepada Presiden Joko Widodo. Jika situasi Indonesia semakin memburuk, yang disalahkan pubik jelas Jokowi itu sendiri, tetapi jika Indonesia semakin baik dari semua unsur, maka para oligark tersebut juga akan menikmati keuntungan yang belimpah dibelakangnya.

Birokrasi seperti ini menimbulkan dilema bagi Joko Widodoitu sendiri. Jokowi bergerak bukan karena usaha sendiri juga, meski dipilih oleh rakyat, tidak bisa kita bantah jika Jokowi itu ditolong oleh partai semacam PDI-P, Nasdem, bahkan Gerindra sendiri saat maju menjadi Gubernur DKI Jakarta 2012 silam.

Langkah apa yang harus kita lakukan?
Untuk melawan Oligark-oligark yang sedang berkecimpung di kursi pemerintahan, kita perlu membuat langkah perubahan yang real dan benar-benar berdasarkan rakyat dan berorientasi untuk rakyat juga. Kita harus bisa berkaca kepada Nelson Mandela yang benar-benar tidak mau disokong oleh pihak yang berkentingan diluar kemerdekaan HAM bagi ras kulit hitam sehingga tidak memiliki beban berat dalam menentukan birokrasi dan kabinetnya dikemudia hari.

Perlu sebuah gerakan yang reformis untuk membangun pergerakan yang koersif bagi pemerintahan Negara kita. Prof. Jeffrey Winters mengatakan, jika tidak ada tindakan yang seperti itu, diprediksi masa depan pemerintahan kita akan menuju kearah kekuatan senjata seperti yang terjadi di Filiphina. Gerakan ini harus benar-benar murni dari rakyat untuk rakyat juga agar tidak ada politik bagi-bagi nantinya kepada yang terpilih menjadi pemimpin.

Saat ini dibutuhkan sosok pemimpin yang bisa benar-benar berjuang bersama rakyat bukan berjuang atas nama rakyat yang dibantu oleh oligark-oligark. Walau sosok itu sebenarnya ada pada Jokowi, tetapi sulit rasanya bagi beliau untuk melepaskan diri dari Oligark-oligark, bagai mangsa yang dikelilingi oleh ikan hiu ditengah lautan, kejadian yang dialami oleh Gus Dur bisa jadi akan kembali terulang jika sempat seperti itu.

Untuk mahasiswa, diperlukan usaha yang benar-benar berorientasi pada rakyat dan tidak mengharapkan imbalan atas apapun yang telah dikorbankan kepada pihak yang lain. Iklas dan tulus dalam bekerja akan membuat diri kita terlatih untuk menjadi pemimpin yang arti Oligark suatu saat nanti. Pemerintahan yang ada sekarang ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa pemerintahan yang Oligarksebenarnya pelan-pelan membuat presiden Jokowimakin kurus. Mari bersatu untuk perubahan.



Jhon Miduk Sitorus, Seminar “Olygarchy and Jokowi Administration”, Sertifikasi Guru Lt. 9, Universitas Negeri Jakarta, Senin 8 Juni 2015.


@Jhon Miduk