Iklan

Maleo News
Wednesday, August 26, 2015, 11:04:00 AM WIB
Last Updated 2019-03-25T18:00:34Z
ArtikelBeritacatatan harianIlmu Ekonomi

Modernisasi Pelabuhan

Advertisement

Isu logistik kembali menjadi sorotan, kali ini masalah dwelling time di pelabuhan yang mencuat dan menjadi bola panasnya. Bagi yang mengerti masalah logistik, tentu paham bahwa dwelling time hanyalah satu titik permasalahan dari mata rantai proses logistik secara keseluruhan.

Oleh sebab itu, kita tentu mengapresiasi dan mendukung langkah Presiden Jokowi yang sudah mengambil aksi untuk mulai membenahi masalah tersebut, dan jika ini benar- benar dilakukan masalah dwelling time bukan saja menjadi bola panas tetapi akan menjadi bola salju yang siap menggulung segala aspek yang menghambatnya.


Pelabuhan adalah salah satu titik dalam proses distribusi, di mana di dalamnya terdapat banyak lagi proses yang harus dilalui oleh suatu komoditas baik masuk (import) maupun ke luar (export) agar dapat keluar dari pelabuhan. Selama proses berlangsung komoditas mengendap alias tersimpan dipelabuhan hingga semua dokumen yang terkait dengan import/ export tersebut selesai, semakin lama proses pengurusan berlangsung semakin lama komoditas itu mengendap.

Lamanya waktu tunggu inilah yang baru-baru ini diributkan dan mengundang kemarahan Presiden Jokowi. Beliau memang pantas marah karena sampai dengan saat ini Indonesia termasuk yang paling buruk nilai indeks logistiknya di antara negara-negara ASEAN.

Modernisasi

Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, modernisasi yang dilakukan harus menyeluruh. Yang menyangkut pengembangan infrastruktur fisik berupa kualitas peralatan pelabuhan, kapasitas pelabuhan, proses bisnis dan standard operating procedure (SOP) yang disederhanakan dan menjangkau semua lini operasional perusahaan yang tujuan akhirnya adalah mempercepat proses.

Di samping itu tersedianya perangkat sistem informasi dan sistem otomasi, serta sumber daya manusia yang mendukung memegang peranan penting. Sehingga semua proses yang berjalan di pelabuhan dapat dipantau secara langsung melalui perangkat sistem informasi, bukan hanya dipantau tetapi keseluruhan proses tersebut juga dapat dijalankan dan dikendalikan melalui sistem secara langsung (online).

Modernisasi perangkat keras (fisik) infrastruktur dan peralatan pelabuhan mungkin lebih mudah, karena bersifat tangible, yang lebih sulit dan perlu perhatian lebih serius adalah modernisasi proses bisnis (birokrasi) dan pengelolaan pelabuhan melalui otomasi proses dengan perangkat teknologi informasi. Hampir semua proses yang berjalan di pelabuhan dapat diotomasikan ke dalam sistem untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pengelolaan pelabuhan.

Portal Integrasi Birokrasi

Proses di pelabuhan adalah proses yang tidak berdiri sendiri, banyak proses yang harus dilakukan di instansi lainnya yang kesemuanya saling memengaruhi dan terkait satu sama lain. Kelambatan proses di salah satu instansi dapat berdampak kepada keterlambatan dalam proses-proses berikutnya. Sebut saja departemen perdagangan, perindustrian, bea dan cukai, kantor pajak, perusahaan ekspedisi, dan lain sebagainya.

Buruknya koordinasi, proses yang saling tumpang tindih, birokrasi yang panjang dan berbelit-belit semua berdampak kepada lambatnya proses di pelabuhan yang mendongkrak pada tingginya angka dwelling time di Indonesia. Karena itu, inisiatif untuk melakukan integrasi birokrasi melalui kebijakan single window process mutlak diperlukan untuk memangkas proses, biaya dan waktu yang terbuang sia-sia tersebut.

Secarafisik, haltersebutbisa diwujudkan melalui konsep Sistem Pelayanan Satu Atap (Samsat) yang cukup sukses dilaksanakan antara instansi kepolisian dan Dinas Pendapatan Daerah dan masih terus berlangsung hingga kini. Konsep itu juga yang sekarang mulai diterapkan di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mempermudah dan mempercepat proses penanaman modal di Indonesia.

Namun demikian, integrasi birokrasi yang dimaksud di sini bukan hanya sekedar menyatukan fisik organisasi di dalam satu atap bangunan kemudian mereka bekerja di dalam kotak masing-masing. Lebih jauh lagi integrasi birokrasi harus mampu menyatukan proses di dalam satu instansi maupun antarinstansi ke dalam satu alur proses yang berada dalam satu sistem yang generik dan terhubung secara real time.

Untuk mewujudkan hal tersebut, bisa dibuat sistem pemersatu logistik pelabuhan (port logistics unifying system ) yang akan menjadi sistem informasi manajemen pelabuhan berbasis web yang komprehensif dan terintegrasi yang dapat memberikan akses secara real time danonline secara penuh atas proses-proses maupun informasi-informasi operasional terkait dengan kapal kargo (vessel ), baik oleh pemakai internal maupun eksternal pelabuhan dengan teknologi web dan internet.

Dengan demikian, portal ini bisa menjadi tempat berkumpulnya semua pihak yang terkait dengan pelabuhan, baik swasta maupun instansi pemerintah. Perusahaan swasta dan instansi pemerintah terkait dapat akses masuk dan menjalankan proses bisnis terkait, sehingga tidak perlu lagi banyak dokumen yang berjalan dari satu meja ke meja lainnya dan bertumpuk di setiap mejanya, menunggu antrian yang entah kapan selesainya. Semoga saja pemerintah dapat segera mewujudkan hal ini, sehingga ongkos logistik di Indonesia menjadi lebih efisien dan mampu bersaing dengan negara- negara di kawasan Asia.

Sources :
Koran SINDO
HANDI SAPTA MUKTI SSI
Praktisi Bisnis & Manajemen,

Pengajar di STIE Perbanas