Iklan

Maleo News
Wednesday, October 21, 2015, 1:08:00 PM WIB
Last Updated 2019-03-25T18:00:32Z
Administrasi PerkantoranIlmu EkonomiMakalah

Makalah Stress Kerja

Advertisement

 
BAB I

PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang Masalah
Stres di tempat kerja merupakan hal yang hampir setiap hari dialami oleh para pekerja di kota besar. Masyarakat pekerja di kota-kota besar seperti Jakarta sebagian besar merupakan urbanis dan industrialis yang selalu disibukkan dengan deadlinepenyelesaian tugas, tuntutan peran di tempat kerja yang semakin beragam dan kadang bertentangan satu dengan yang lain, masalah keluarga, beban kerja yang berlebihan, dan masih banyak tantangan lainnya yang membuat stres menjadi suatu faktor yang hampir tidak mungkin untuk dihindari. Stres di tempat kerja menjadi suatu persoalan yang serius bagi perusahaan karena dapat menurunkan kinerja karyawan dan perusahaan.

Sebuah lembaga penelitian terhadap stres di Amerika memperkirakan bahwa stres di tempat kerja menyebabkan para pengusaha di Amerika terpaksa merugi sekitar 300 juta dollar Amerika setiap tahunnya akibat menurunnya produktivitas, serta meningkatnya ketidakhadiran, turnover, konsumsi minuman keras dan biaya pengobatan karyawan. Di Jepang, pemerintah secara berkala memantau tingkat stres yang terjadi di tempat kerja dan menemukan bahwa jumlah karyawan yang merasakan tingkat stres tinggi dalam menjalani pekerjaan sehari-hari mengalami peningkatan dari 51% di tahun 1982 menjadi hampir dua pertiga dari total populasi pekerja yang ada di tahun 2000. Pada tahun yang hampir sama yaitu sekitar tahun 2000an, lebih dari 6000 perusahaan di Inggris mengeluarkan rata-rata lebih dari 80 ribu dollar Amerika untuk membayar kerusakan yang ditimbulkan akibat stres pada karyawan. Di Indonesia sendiri, salah satu penelitian yang pernah dilakukan oleh sebuah lembaga manajemen di Jakarta pada tahun 2002 menemukan bahwa krisis ekonomi yang berkepanjangan, PHK, pemotongan gaji, dan keterpaksaan untuk bekerja pada bidang kerja yang tidak sesuai dengan keahlian yang dimiliki merupakan stressor utama pada saat itu.
Namun tidak dapt dipungkiri bahwa stres dalam bekerja pasti akan terjadi pada setiap karyawan/pekerja. Mereka mengalami stres karena pengaruh dari pekerjaan itu sendiri maupun lingkungan tempat kerja. Seseorang yang mengalami stres dalam bekerja tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.disinilah muncul peran dari perusahaan untuk memperhatikan setiap kondisi kejiwaan (stres) yang dialami oleh pekerjanya. Dalam hal ini perusahaan dapat menentukan penanganan yang terbaik bagi pekerja tersebut serta tidak mengurangi kinerja karyawan tersebut.
Melihat kejadian stres yang sering terjadi serta bagaimana penangannya yang baik, maka akan kami bahas dalam makalah ini agar kita bisa mengetahui bagaimana dampak stres dan strategi mengelola stres terutama dalam bekerja.


B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini antara lain:
1.    Apakah yang dimaksud dengan Stres Kerja?
2.    Apa sajakah jenis dari Stres Kerja?
3.    Apakah Penyebab Stres Kerja?
4.    Bagaimanakah dampak dari Stres Kerja?
5.    Bagaimanakah strategi untuk mengelola Stres Kerja?

C.   Tujuan Penulisan
Berikut adalah beberapa tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1.     Mengetahui pengertian Stres Kerja?
2.     Mengetahui jenis Stres Kerja?
3.     Mengetahui penyebab stres kerja?
4.     Mengetahui dampak yang ditimbulkan stres kerja?
5.     Memahami bagaimana strategi yang tepat dalam mengelola stres kerja?

D.   Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan konsep Interpersonal Employee Relation mengenai Stres Kerja. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi :
1.     Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan
       khususnya tentang konsep etika dalam bekerja.
2.     Pembaca,  sebagai  media  informasi  tentang  konsep  Interpersonal 
       Employee Relation mengenai stres kerja.

E.   Metode Penulisan
        Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan komprehensif. Data teoritis dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan studi pustaka, artinya penulis mengambil data melalui media pustaka dalam penyusunan makalah ini dan ditambah referensi dari media internet. Dengan meyebutkan berbagai sumber untuk penulisan makalah ini, selain itu juga penulis menggunakan metode kepustakaan untuk mendapatkan data yang mendukung makalah ini.


BAB II
LANDASAN TEORI

A.     Pengertian Stres Kerja
Menurut Charles D, Spielberger menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang[1].
Cary Cooper dan Alison Straw mengemukakan gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
a.      Fisik, yaitu napas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot-otot tegang, pencernaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat, dan gelisah.
b.      Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya, tidak mampu brebuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berpikir jernih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreativitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.
c.      Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak-ledak.
Gibson et al mengemukakan bahwa stress kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus-respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan. Definisi stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap stresor Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu[2]. Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan.
Text Box: 6Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang[3]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.
Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berifikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti: mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan alam masalah tidur.
Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat kata sepakat dan  kesamaan persepsi tentang batasan stres. Baron & Greenberg mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya[4]. Aamodt (dalam Margiati, 1999:71) memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan ekstcrnai, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis.
Berbeda dengan pakar di atas, Landy (dalam Margiati, 1999:71) memahaminya sebagai ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya. Robbins memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan[5].
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.

B.     Jenis-Jenis Stres Kerja
Quick dan Quick mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
1)   Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2)   Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian[6].
Dalam hal ini stres tidak selalu dipandang dengan sesuatu yang negatif, tetapi juga dapat memberikan hasil yang positif. Eustressmerupakan hasil dari respon terhadap stres yang bersifat membangun. Sedangkan Distress merupakan hasil dari respon terhadap stres yang bersifat merusak, seperti penyakit, penurunan kinerja, dan sering tidak hadir (absenteeism).

C.     Penyebab Stres Kerja (Stressor)
Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupu kondisi sosial-ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapa pun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan mondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara umum dikelompokkan sebagai berikut:
1)     Tingkat Individual
Stressor tingkat individual adalah stressor yang berkaitan secara langsung dengan tugas-tugas kerja seseorang. Contoh stressor yang paling umum adalah tuntutan pekerjaan, kelebihan beban kerja, konflik peran, disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A yang memiliki beberapa ciri kepribadian yakni sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih satu pekerjaan pada waktu yang sama dan cenderung tidak puas terhadap hidup. Selain itu juga kurangnya kontrol personal dan daya tahan psikologis terhadap peristiwa yang muncul dalam lingkungan kerja.
Para manajer dapat membantu mengurangi stressor ini dengan memberikan arahan dan dukungan dan secara adil mengalokasikan penugasan pekerjaan di dalam unit kerja. Akhirnya, keamanan kerja adalah stressor tingkat individual yang penting untuk dikelola karena berkaitan dengan meningkatnya kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan kinerja, dan hal ini sedang mengalami penurunan.
2)     Tingkat Kelompok
Stressor tingkat kelompok disebabkan oleh dinamika kelompok dan perilaku manajerial. Para manajer menciptakan stress pada karyawan dengan:
·        menunjukkan perilaku yang tidak konsisten
·        gagal memberikan dukungan
·        menunjukkan kekurangpedulian
·        memberikan arahan yang tidak memadai
·        menciptakan suatu lingkungan dengan produktivitas yang tinggi
·        memfokuskan pada hal-hal negatif sementara itu mengabaikan kinerja yang baik
Selain itu stressor tingkat kelompok juga terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal dan intergrup.

3)     Tingkat Organisasi
Stresor organisasi mempengaruhi sebagian besar karyawan. Sebagai contoh, sebuah lingkungan dengan tekanan yang tinggi menempatkan permintaan kerja yang terus-menerus pada karyawan akan menyalakan respon stres. Sebaliknya penelitian menyediakan dukungan awal untuk gagasan bahwa manajemen partisipatif dapat mengurangi stres organisasional. Meningkatnya penggunaan teknologi informasi merupakan suatu sumber lain dari stres organisasional.
Sebagai tambahan atas beberapa jenis stresor ini, sebagian orang juga fobia terhadap teknologi. Akhirnya, desain kantor, kebijakan organisasi struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi dan lingkungan umum kantor merupakan stresor tingkat organisasional yang penting. Penelitian menunjukkan bahwa penerangan yang buruk, suara yang bising, penempatan perabot yang tidak tepat, dan suatu lingkungan kotor atau bau akan menciptakan stres.
4)   Ekstraorganisasional
Stresor diluar organisasi (extra organizational stressors) adalah stressor yang disebabkan oleh faktor di luar organisasi. Sebagai contoh, konflik yang berkaitan dengan penyeimbangan kehidupan karier dan keluarga seseorang sangatlah membuat stress. Status sosial ekonomi adalah stresor ekstra organisasional yang lain. Stres yang lebih tinggi terjadi pada orang-orang dengan status sosial ekonomi lebih rendah, yang menggambarkan suatu kombinasi dari:
·        Status ekonomi, sebagaimana diukur dengan pendapatan
·        Status sosial, yang dinilai dengan tingkat pendidikan
·        Status kerja, sebagaimana diindekskan oleh pekerjaan.
Selain itu stres kerja juga dapat diketahui dari beberapa gejala yang mungkin terjadi pada karyawan, Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:
1)     Gejala psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :
v Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
v Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
v Sensitif dan hyperreactivity
v Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
v Komunikasi yang tidak efektif
v Perasaan terkucil dan terasing
v Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
v Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
v Kehilangan spontanitas dan kreativitas
v Menurunnya rasa percaya diri
2)     Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:
v Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular
v Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin)
v Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
v Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
v Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)
v Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada
v Gangguan pada kulit
v Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
v Gangguan tidur
v Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker
3)   Gejala perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:
v Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
v Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
v Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
v Perilaku sabotase dalam pekerjaan
v Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas
v Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
v Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi
v Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
v Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
v Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri
Adapun gejala-gejala stres di tempat kerja yang sering terjadi, yaitu meliputi:
1.    Kepuasan kerja rendah
2.    Kinerja yang menurun
3.    Semangat dan energi menjadi hilang
4.    Komunikasi tidak lancar
5.    Pengambilan keputusan jelek
6.    Kreatifitas dan inovasi kurang
7.    Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.
Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam hubungannya dengan kualitas kerja dan interaksi normal individu sebelumnya.

D.     Dampak Stres Kerja

Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan.
Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta  menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah:
v Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang, denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.
v Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres.
Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984; Robbins, 1993).

E.     Strategi Mengelola Stres Kerja

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor atau penyebab stres tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, belajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stress yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stress ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.
1.    Pendekatan Individual
       Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.
2.    Pendekatan Organisasional
       Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.
Dalam mengatasi stres terdapat banyak teknik yang dapat dipergunakan untuk pengurangan stress yang terjadi. Empat pendekatan yang paling sering digunakan adalah relaksasi otot, biofeedback, meditasi dan restrukturisasi kognitif yang semuanya membantu para karyawan mengatasi stress yang berkaitan dengan pekerjaan.
1.    Relaksasi Otot
       Sebutan persamaan yang umum dari berbagai teknik relaksasi otot adalah pernafasan yang lambat dan dalam suatu usaha yang sadar untuk memulihkan ketegangan otot. Diantara berbagai teknik yang tersedia, relaksasi progresif kontinjensi adalah yang paling sering digunakan. Tehnik ini terdiri atas menenangkan dan mengendurkan otot secara berulang-ulang yang diawali dari kaki dan terus meningkat ke muka. Relaksasi dicapai dengan berkonsentrasi pada kehangatan dan ketenangan yang berkaitan dengan otot yang dirileksasikan.
2.    Biofeedback
       Dalam biofeedback, perubahan kecil yang muncul dalam tubuh atau otak di deteksi, di perkuat dan di tunjukkan kepada orang tersebut. Peran potensial dari biofeedback sebagai teknik manajemen stress individu dapat di lihat dari fungsi tubuh hingga tekanan tertentu yang di kendalikan secara sukarela atau sadar.  Potensi biofeedback adalah kemampuannya untuk membantu relaksasi  dan mempertahankan fungsi tubuh pada  keadaan nonstress. Salah satu keunggulan tehnik biofeedback di bandingkan dengan tehnik nonbiofeedback adalah bahwa tehnik ini memberikan data yang tepat mengenai fungsi tubuh. Pelatihan biofeedback telah bermanfaat dalam mengurangi  kegelisahan, menurunkan keasaman lambung, mengendalikan tekanan dan migren, dan secara umum mengurangi manifestasi fisiologis negative dari stress.

3.    Meditasi
       Meditasi mengaktifkan suatu respons relaksasi dengan mengarahkan ulang pemikiran seseorang jauh dari dirinya sendiri. Respon relaksasi adalah kebalikan fisiologis dan psikologis dari respons stress berperang atau lari. Herbert benson  menganalisis banyak program meditasi dan mendapatkan suatu respons relaksasi empat langkah. Keempat langkah tersebut adalah :
·        Menemukan suatu lingkungan yang tenang.
·        Menggunakan suatu perangkat mental seperti suatu kata tang penuh dengan kesan yang menyenangkan untuk mengubah fikiran dari pikiran yang berorientasi secara eksternal.
·        Mengabaikan pemikiran yang mengganggu dengan bersandar pada suatu sikap yang pasif.
·        Mengasumsikan suatu posisi yang nyaman
Maharishi Mahes Yogi mendefinisikan meditasi transcendental sebagai mengalihkan perhatian ke tingkat pemikiran yang lebih dalam hingga masuk ke tingkat pemikiran yang paling dalam dan mencapai sumber dari pemikiran. Tidak semua orang yang bermeditasi mengalami hasil yang positif, akan tetapi sejumlah besar orang melaporkan meditasi sebagai hal yang efektif dalam mengelola stress.
4.  Restrukturisasi kognitif
       Alasan yang mendasari beberapa pendekatan individual  dalam manajemen stress di kenal sebagai restrukturisasi kognitif, adalah respons seseorang terhadap stressor menggunakan sarana proses kognitif, atau pemikiran. Asumsi dasar dari teknik ini adalah bahwa pikiran orang dalam bentuk ekspektasi, keyakinan dan asumsi merupakan label yang mereka terapkan pada situasi, dan label ini menimbulkan respons emosional terhadap situasi. Teknik kognitif dari manajemen stress berfokus pada mengubah label atau kognisi sehingga orang tersebut menilai situasi secara berbeda. Semua teknik kognitif memiliki tujuan yang serupa yaitu untuk membantu orang memperoleh lebuh banyak kendali atas reaksi mereka terhadap stressor dengan memodifikasi rasionalisasi mereka.
Selain teknik pengurangan stres di atas ada beberapa kiat lagi yang dapat digunakan. Agar stres tidak berkelanjutan, adapun beberapa kiat yang di kemukakan oleh Alex:
1)   Sediakan waktu rileks
          Menurut penelitian, stres yang berhubungan dengan pekerjaan dimulai sejak pagi, sebelum Anda berangkat kerja. Daripada memikirkan beban pekerjaan (tapi tidak ada solusinya), lebih baik digunakan waktu Anda yang terbatas tersebut untuk melakukan relaksasi seperti meditasi dan yoga. Teknik pernapasan adalah teknik relaksasi yang paling mudah untuk dilakukan. Caranya dengan menarik nafas dalam-dalam, lalu hembuskan sampai tak ada lagi udara yang tersisa di paru-paru. Lakukan minimal 3x sampai membayangkan beban Anda berkurang.


2)   Bersikap lebih asertif
          Kebanyakan masalah pekerjaan berpangkal dari kurangnya kesempatan untuk membuat perubahan atau keputusan. Karenanya, bicarakan dengan atasan tentang tugas Anda dan tanggungjawab tambahan yang ingin Anda pegang. Dengan demikian, Anda bisa menentukan pekerjaan yang bisa Anda lakukan dengan cara kerja seperti yang diinginkan perusahaan.
3)   Bekerja lebih efisien
          Selalu kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas bisa jadi buka disebabkan tugas yang berlebihan, melainkan menyangkut waktu dan cara mengerjakannya. Alex memberikan contoh seorang wartawan yang produktif di waktu malam akan merasa tertekan jika memaksakan diri menulis di waktu siang hari. Untuk mengatasinya, sebaiknya pekerjaan dibagi. Siang hari membuat outline dan mencari bahan, malam hari menyelesaikan tulisan. Untuk bekerja secara lebih efisien. Anda juga harus trampil menentukan prioritas. Adanya urutan prioritas dapat membantu Anda mengatur strategi.
4)   Tingkatkan energi dengan tidur
          “Ketika lelah, Anda lebih mudah merasa stres karena hal-hal yang sepele,” demikian tulis Camile Anthony dalam “The Art of Napping at Work” (1999). Kesalahan juga akan membuat perhatian Anda menurun sehingga mudah melakukan kesalahan. Dalam keadaan demikian, Alex menganjurkan agar tidur. Tidur 15 menit di tengah waktu kerja akan sama manfaatnya dengan tidur malam 3 jam. Anda bisa memanfaatkan mushola kantor (tentu saja di luar waktu shalat) atau mobil Anda untuk tidur. Jangan lupa pasang alarm agar tidak tidur terlalu lama. Jika keduanya tidak tersedia, meja kerja Anda bisa jadi pilihan terakhir. Yang penting, tingkatkan energi segera jika sudah merasa terlalu lelah. Tidur selama 30 menit atau kurang, menurut Anthony akan meningkatkan mood dan rasa humor sehingga memperbaiki hubungan Anda dengan rekan kerja. Anthony menganjurkan agar membatasi tidur selama 30 menit saja agar tidak sampai tertidur nyenyak, yang akan membuat Anda lebih lelah ketika bangun.
5)   Atur lingkungan kerja
          Bagaimana kondisi kerja Anda? Apakah meja kerja Anda berantakan atau ruangan kerja selalu dipenuhi asap rokok? Hati-hati karena hal-hal yang tampaknya sepele tersebut karena dapat mempengaruhi performa kerja sekaligus kesehatan Anda. Jika tidak memungkinkan mengubah lingkungan kerja secara besar-besaran, ada baiknya Anda memulainya dari meja Anda. Dalam feng shui, seni tata ruang dari Tiongkok, tempat kerja yang teratur menunjukkan pikiran yang teratur. Jaga lingkungan kerja, terutama maja, dari tumpukan kertas atau file. Simpan kertas-kertas Anda dalam map dan dalam kotak file atau laci file. Anda juga bisa mencegah stres dengan mengubah letak kursi sehingga bisa mengetahui siapa yang akan masuk ke ruangan Anda. Jika memungkinkan pindahkan meja sehingga Anda dapat bekerja dengan cahaya alami dari luar (matahari).
6)   Kembangkan pola hidup sehat
          Pola hidup sehat merupakan kunci untuk bebas stres. Pilihlah makanan dan minuman yang bisa menurunkan stres yaitu makanan yang banyak mengandung vitamin B kompleks seperti kacang-kacangan dan padi-padian. Kurangi makanan berlemak dan perbanyak makan buah dan sayur.
          Berolah raga secara teratur. Olah raga yang cukup tidak saja menyehatkan badan tapi juga memperbesar kapasitas badan tapi juga memperbesar kapasitas paru-paru sehingga mampu menampung oksigen yang lebih besar. Dengan kadar oksigen tinggal di dalam darah yang kemudian akan diedarkan ke seluruh tubuh Anda akan berpikir lebih jenuh.
7)   Tingkatkan ketrampilan
          Tidak ada kata terlambat untuk mempelajari ketrampilan baru. Jika Anda merasa kurang mampu berkomunikasi, Anda bisa mempelajarinya melalui buku-buku atau latihan kepemimpinan yang sering diadakan di kota-kota. Jika Anda mempunyai minat terhadap komputer, kembangkan minat Anda. Peningkatan ketrampilan akan membuat Anda menjadi karyawan yang lebih berharga.
8)   Lupakan pekerjaan saat libur
          Membawa laptop saat liburan keluarga? Tinggalkan saja kebisaan itu. Liburan sebaiknya benar-benar digunakan untuk istirahat. Berlibur atau santai bukan berarti membuang waktu. Selain mmeberikan energi tambahan yang akan membuat Anda lebih kreatif, berlibur bersama akan mempererat hubungan Anda dengan keluarga.
9)   Pekerjaan bukan segalanya
    Bekerja memang penting. Dengan sekaligus mendapat lahan untuk aktualisasi diri. Tapi di luar pekerjaan, masih banyak kegiatan lain yang dapat menimbulkan perasaan berguna bagi Anda. Dengan mengikuti kegiatan di luar pekerjaan, stres Anda di tempat pekerjaan akan berkurang. Anda dapat menyakinkan diri bahwa walaupun Anda tidak bisa memperbaiki keadaan di tempat kerja, Anda bisa mengendalikan hal-hal penting lainnya dalam kehidupan Anda. Perasaan mampu mengendalikan kehidupan Anda sendiri adalah harta tak ternilai.


BAB III
PEMBAHASAN

A.     Studi Kasus

Studi kasus mengenai stres kerja, kami ambil berdasarkan film pendek yang menayangkan mengenai situasi kerja yang dialami oleh seorang karyawan bernama Ali. Pada awal film, diceritakan bahwa Ali diterima kerja di suatu perusahaan. Ali memberikan performa kerja yang sangat baik, hingga ia dipromosikan oleh atasannya. Namun atas promosi yang diterimanya, maka Ali harus menangungg tanggung jawab kerja yang begitu banyak. Setelah tiga bulan bekerja, Ali mengalami stres kerja akibat beban kerja yang begitu berat. Pekerjaan kantor tidak terselesaikan bahkan semakin menumpuk, sementara atasannya menuntut agar Ali segera menyelesaikan pekerjaannya.
Dari kasus di atas, analisis kasus tersebut dan kaitkan dengan materi mengenai stres kerja (jenis stres, penyebab stres, dampak stres kerja, dan strategi dalam mengelola stres kerja)!

B.     Analisis Kasus

Text Box: 26Dari kasus tersebut, maka dapat dianalisis bahwa Ali mengalami gejala stres kerja berupa kecemasan, ketegangan, kebingungan dan penurunan performa kerja. Adapun penyebab stres yang dialami oleh Ali disebabkan oleh stressor tingkat individual yakni stressor yang berkaitan secara langsung dengan tugas-tugas kerja seseorang. Stressor tingkat individual ini terdiri dari tuntutan pekerjaan, kelebihan beban kerja, konflik peran, disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A yang memiliki beberapa ciri kepribadian yakni sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran. Selain itu juga kurangnya kontrol personal dan daya tahan psikologis terhadap peristiwa yang muncul dalam lingkungan kerja.

Selain itu stres yang dialami oleh Ali dapat berdampak pada dua hal yaitu bagi dirinya sendiri (karyawan) dan bagi perusahaan.  Stres yang dialami karyawan akan berdampak pada psikologisnya dimana mereka akan merasa tegang, cemas, dan ingin meninggalkan situasi stres. Sedangkan  bagi perusahaan, dampak yang timbul tidak bersifat langsung, antara lain menurunnya tingkat produktivitas.

Dalam manajemen stres kerja, dilakukan pendekatan individual yakni Ali berusaha sendiri untuk mengurangi stres kerjanya. Ali melakukannya dengan cara mengelola waktu sebaik mungkin. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa.

Adapun berdasarkan kasus tersebut maka stres kerja yang dialami Ali termasuk kedalam jenis stres Eustress yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun).







BAB IV

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Stress kerja merupakan suatu gejala yang dimiliki oleh setiap orang dimana hal tersebut dipengaruhi diri sendiri maupun lingkungan sekitar mereka. Stress juga terjadi dalam kerja dimana stress tersebut dapat bersumber dari empat hal yaitu tingkat individu, tingkat kelompok, tingkat organisasi dan ekstraorganisasional. Keempat hal tersebut dapat menghasilkan stress yang berbeda pada setiap individu tergantung bagaimana individu itu merespon stressor tersebut. Setelah adanya respon barulah dapat ditentukan bagaimana stress yang dialami seseorang tersebut.
Stres yang terjadi dapat berupa stres positif maupun negatif dimana stress itu akan memberikan dampak tersendiri bagi orang yang mengalami stress. Stres yang dialami pekerja tersebut masih dapat diatasi atau dikurangi dengan banyak metode sehingga diperlukannya suatu manajemen stress dalam pekerjaan suatu perusahaan. Serta adanya usaha dari orang tersebut untuk dapat mengurangi stress yang mereka alami.
Pada dasarnya stress terjadi karena terlalu beratnya beban pikiran seseorang serta adanya tekanan yang membuat kurangnya konsentrasi. Namun semua itu masih dapat dicegah bahkan dimanajemen untuk dapat mengurangi pengaruhnya dalam bekerja.


B.   Saran

Stress dalam bekerja sebaiknya dikurangi dengan berbagi teknik pengurangan stress yang dapat digunakan serta menajemen stress tersebut dengan baik. Karena hal tersebut mampu mencegah stress dalam bekerja serta meningkatkan efektifitas dalam bekerja. Selain baik bagi karyawan/pekerja juga baik bagi perusahaan (lembaga).


DAFTAR PUSTAKA
John M. Invancevich, Robert Konopaske, Michael T. Matteson. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi ke 7 Jilid 1. Erlangga:Jakarta.

Robert Kreitner, Angelo Kinichi. 2005. Perilaku Organisasi Edisi ke 5 Jilid 2. Jakarta: Salemba Empat

Stephen P Robbins. 2001. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrobersim Aolikasi. Jakarta: Prenhalindo

Veithzal Rivai, dan Deddy Mulyadi. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Press




[1] Robert Kreitner, Angelo Kinichi, Perilaku Organisasi Edisi ke 5 Jilid 2, (Jakarta: Salemba Empat, 2005), p. 63
[2] Stephen P Robbins, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrobersim Aolikasi, (Jakarta: Prenhalindo, 2001), p. 72
[3] Veithzal Rivai, dan Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), p. 307
[4] Baron R. A, dan Greenberg, Behavior In Organization: Understanding And Managing The Human Side Of Work, (USA: Allyn & Bacon, 2000), p.89
[5] Stephen P Robbins, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontrobersim Aolikasi, (Jakarta: Prenhalindo, 2001), p. 73
[6] Veithzal Rivai, dan Deddy Mulyadi, op. cit, p. 308